Jadi Freelancer? Boleh Aja Sih… Tapi Yakin?

Juli kemarin, resmi satu tahun saya menjalani hidup nekat sebagai seorang freelancer. Kenekatan yang, alhamdullilah, berhasil membuat saya survive setahun penuh, walau kadang bikin nggak bisa tidur juga dan beberapa kali terpaksa ngutang. Jadi freelancer memang penuh tantangan, makanya mbok yaooo jangan menyelepekan freelancer. (KOK CURCOL, JEN?)

Kendati menjanjikan petualangan dan hidup bebas tanpa jadwal (baca: nggak perlu bangun pagi, nggak perlu mondok di kantor, bisa jalan-jalan kapan saja), jadi freelancer bukan hal sepele. Jalan-jalan-kapan-aja-nya sih enak, tapi kalo nggak ada duitnya sama juga bohong, atuh! Beli tiket pake daun?

Pengalaman selama setahun inilah yang akhirnya menggerakkan saya untuk berbagi. Dibanding teman-teman freelancer lain yang jam terbangnya sudah jauh lebih tinggi, saya hanyalah setitik debu di semesta luas *apa sih*, tapi mudah-mudahan apa yang saya tuliskan ini bisa bermanfaat.

  • Satu hal yang menurut saya mutlak jika kamu berniat menjalani hidup rock ‘n roll sebagai freelancer yang hidup mandiri (tidak tinggal bersama orang tua): Dana darurat. Usahakan di rekening selalu ada tabungan untuk biaya hidup minimal 2 bulan. Biaya hidup ini bukan uang makan dan transpor thok, tapi juga biaya kos, bayar-bayar tagihan, beli pulsa HP, internet, dan sebagainya. Ini juga yang membuat estimasi dan kalkulasi sebelum betul-betul ‘terjun’ menjadi sesuatu yang amat penting. Terus, gimana kalau pengin jadi freelancer, tapi di rekening belum ada tabungan sama sekali? Ya silakan aja asal jantungnya kuat.
  • Rezeki tidak kenal waktu dan tempat, dan inilah salah satu petualangan terbesar para freelancer. Bulan ini, bisa saja kamu sepi proyek dan cuma menghabiskan waktu untuk tweeting dan main DrawSomething (udah pada bosen main itu belum, sih? ANYWAY). Bulan depan, bisa jadi kamu ketiban proyek besar yang bikin kamu begadang tujuh hari tujuh malam. Di saat-saat seperti ini, ketika kesibukan menggila dan kamu dituntut untuk sangat produktif, utamakan kesehatan. Pakai waktu yang tersisa di luar jam kerja untuk istirahat. Nongkrong di kafe anyar atau nonton midnight show di bioskop memang menggoda, tapi percayalah, gaul bisa ditunda. Health should always comes first. Ada amin? Amiiin.
  • Buat anggaran keuangan. Akan tiba saatnya kamu cuma sanggup makan di warteg (bukannya nyumpahin, sih), dan akan tiba juga saatnya kamu bisa makan di hotel bintang lima tanpa harus tunggu traktiran klien. Tapi rezeki nomplok sebaiknya jangan langsung dihamburkan, karena…. ya namanya juga freelancer, ya. Ada proyek saja nggak menjamin transferan lancar. Apalagi nggak ada proyek. Pakai kelebihan uang untuk memenuhi kebutuhan yang perlu diprioritaskan. Misalnya, sebelum gesek kartu debit untuk HP Android baru, coba ingat-ingat, sudah ada uang untuk bayar kos 3 bulan ke depan? Ingat juga bahwa pemasukan yang tidak menentu membuat perwujudan rencana kita jadi tidak terprediksi. Gimana mau nyicil mobil kalau bulan depan belum tentu bisa bayar cicilannya? Mau bayar KPR pake kolor tetangga? Dengan anggaran keuangan yang matang sakinah mawardah warohmah, niscaya kamu bisa mewujudkan impian satu demi satu.
  • Rajin-rajinlah membangun network, dan pastikan reputasi kamu bersih. Salah satu cara membangun jaringan yang paling efisien saat ini adalah lewat social media. Kalau kamu freelancer yang mengharapkan remahan maupun bongkahan rezeki dari jaringan yang terbentuk lewat social media, sebaiknya jangan pasang avatar setengah telanjang, apalagi livetwit kegiatan mesum yang bisa bikin kening calon klien berkerut. *uhuk*
  • Biasakan puasa Senin-Kamis. Selain bermanfaat untuk menahan lapar saat dana menipis, puasa bermanfaat untuk …. melatih kesabaran. Akan ada saatnya kamu berurusan dengan klien yang sangat gencar mengejar, namun tidak lancar dalam membayar. Alias lelet. Ketika saat itu tiba, tarik napas dalam-dalam dan tunggulah invoice cair dengan sabar. Haleluya!
  • Last but not least: belajar masak. Minimal ceplok telur dan goreng nasi. Percayalah. Percayalah.

Jadi… masih yakin pengin jadi freelancer? 😀

This entry was posted in Random Stuff, Uncategorized. Bookmark the permalink.

8 Responses to Jadi Freelancer? Boleh Aja Sih… Tapi Yakin?

  1. akun social network kita juga bisa dijadiin gambaran pertimbangan klien juga ya? jadi jangan vulgar2 banget hehehe 😀

  2. Saya 10 bulan terakhir nekat jadi freelance travel writer. Susahanya buat saya satu, kalo kita udah saatnya buat traveling tapi duit belom ada yang cair dan rekening kering 😥

  3. Fauzi says:

    Been there, done that…. Hidup freelance! 😁😜

  4. Adelina says:

    Boleh tau nggak, mbak ini Freelancenya dibidang apa?? karna yang dibahas kayaknya lebih ke income yang ngos-ngosan sebagai freelancer. Kalau saya, menjadi freelance karna saya ingin jadi the boss,.. saya bebas milih project yang sesuai dengan passion saya. Beda dengan situasi saya kerja untuk 1 company, saya harus melakukan pekerjaan yang jelas-jelas saya tidak suka, menjadi freelancer saya bisa mecat klien saya kalau menurut saya bekerja dengan klien tersebut membuang-buang waktu saya…. bidang saya; design.

  5. mifta says:

    Love it Jenny!!!!

  6. aroel says:

    Dari maret 2010 gw udah jadi full time freelancer, karena udah bosen ngantor, cape bolak balik cibinong – jakarta. Alhamdulillah, sekarang udah bisa ngatur jam kerja sendiri, gaji dalam bentuk dollar, bisa ongkang2 di cafe pas jam kerja, dan yang terpenting….gaji bisa 2-10x lipet dari yang terakhir di kantor, walaupun ruginya kita jadi ga dipercaya sama bank klo ada urusan sama mereka, misalnya KPR 😀

  7. Suatu hari, pengen jadi freelancer juga,, sekarang masi dalam tahap skill building.

  8. sepunten says:

    Jadi freelancer harus:
    1. Orangnya tipikal ORGANIZED
    2. Visioner
    3. Disiplin: waktu, financial dll
    4. Good personality (for networking & building image)

    Kalau ga ada kriteria diatas, lebih efektif kerja sama orang…
    sambil kencengin sampingan, sampai jadi backbone… baru layak untuk keluar dari mainstream

    🙂

Leave a comment